Senin, 05 Oktober 2009

Sajak Terlelap


[Sajak Terlelap]



Gelap.

Pekat.

Rasa takut.

Rasa mengantuk.


Ketika gelap menghembuskan rasa takut yang amat sangat, Aku mendekap terdiam dibalik selimut yang membentang. Selimut yang setia menemani Aku melewati malam-malam larut beberapa hari ini. Kesunyian layang-layang datang menguasai seluruh religi yang menghakimi.


Tak ada yang peduli, tak ada selain diriku yang terusik. Semua mata tetap pada titahnya dimalam ini, terpejam. Aku memilih merasakan rasa takut yang merongrong tulang sambil merasakan beku yang teramat sangat menyerang sampai ke tulang.


Sebait rasa kesal yang tertanam kini mulai tumbuh dan bersemi dibelahan hati. Setiap kepedihan berbuah kemandirian menjadikan asaku lantas menggigil tuk hilangkan peluh. Namun yang kurasakan hanyalah jenuh mulai memenuhi saluran-saluran perpanjangan neuronku.


Kepingan demi kepingan Aku susun, pecahan demi pecahan Aku genggam kencang. Melukai tanganku dan menggoreskan hingga menembus tulang putihku. Namun bukannya darah yang mengalir deras melainkan senandung sajak sebelum terlelap dimainkan. Ini mengenai hypne sebelum tertidur.


Kesadaranku diruang kosong melompong membuat Aku tidak beranjak sedikitpun. Aku tidak berpaling, Aku memilih tetap mendekap erat dibalik selimut. Pada detik-detik nafas yang ku hembuskan menjadi bukti bahwa paru-paruku sudah sekarat oleh dingin yang menyeruak masuk.


Udara yang biasanya menyuplai oksigen ke gelembung-gelembung alveoli tidak membuat tubuh ini merasa segar, justru semakin sekarat. Aku sesak nafas.


Saat mataku ingin terpejam Aku ingin mendengarkan alunan tembang manis yang keluar dari bibirmu. Iramanya yang seirama dengan degup jantungku Aku gunakan untuk temani diri ini menjelajahi dunia mimpi.

“Aku ingin tertidur disisimu”

Mainkan. Ajak sekalian bintang dan rembulan untuk bernyanyi dan menari seirama. Undang mereka untuk jadi pelengkap keindahanmu. Mereka menari dan berdendang seirama dengan alunan emosi. Ajak mereka untuk menjadi pendengar yang setia ketika Aku mulai membacakan sajak terlelap ini.


Mainkan. Dendangkan untuk seluruh semesta alam. Dari bait pertama hingga berakhir dibait nada terakhir. Bait tembang yang kau susun dengan ramuan bumbu cinta dan kasih sayang yang bisa memberikan kedamaian hati yang bimbang karena kosong oleh cinta palsu. Bait-bait yang Kau mainkan seolah-olah memiliki nyawa yang tak pernah pergi. Mengisi setiap kekosongan jiwa yang sudah mati sehingga bisa hidup bernafas kembali.


Mainkan. Diri ini belum juga terlelap menjelajahi dunia mimpi. Mata ini terasa kantuk namun tak rela tertutup. Aku ingin membacakan sajak terlelapku dulu, sekedar membuktikan bahwa segala sesuatu dimalam ini sedang tunduk kepada sajakku.


Mainkan. Dengan nada yang halus dan lembut selembut ketulusan cinta yang pernah Aku rajut dengan kekasihku. Ketulusan yang dibangun mulai dari genggaman yang pertama hingga genggaman terakhir. Semenjak awal bertemu hingga penghianatan bermain diantara kita.


Mainkan. Tembang sebelum Aku sejenak tak menatap wajahmu. Terlalu berat diri ini meninggalkan dirimu walau hanya secepat mata ini berkedip. Didalam niatan ikhlasku, Aku tak pernah merelakan kau pergi. Seandainya Aku bisa membuat sayap waktu menjadi melambat dan Aku bisa menikamatinya bersama arti hadirmu disini. Bagiku, inilah pengharapanku pada sajak terlelap.


Mainkan. Aku ingin mendengarkan sekali lagi. Tembang yang membuat diri ini terserang rindu tak ingin lepas. Suatu hari lampau saat sunyi bunyi dilanda desau, ruang dada tak jadi galau. Tembang itu kini menderau dikedua sisi-sisi genderang hatiku membuat sajak terlelap ini terus dibacakan.


Mainkan. Aku ingin sekali menggali makam untuk sepi dan mencari sesosok tembang penghibur hati. Nyatanya tembangmu mulai tak berasa ditengah malam merajai. Tembangmu mulai terusik oleh kehadiran hawa-hawa yang disebarkan oleh malam. Hal in membuat kamu sulit untuk melentikkan jari-jarimu mempimpin symphoni sebelum tidur.


Aku merasa kehilangan tembang yang dulu Aku dengar. Iramanya belum sempat Aku rekam dalam ikatan memori fikiranku. Iramanya dengan mudah hilang begitu saja. Tak pernah meninggalkan sesuatu yang bisa Aku kenang.


Tembang yang kau nyanyikan kini tinggal kenangan tak bertuan. Nada-nadanya pergi disapu raja malam. Aku pasrah mendapati diri ini kembali meregang diwilayah kerajaan malam. Diri ini kini mulai belajar ditinggal oleh sesuatu yang sangat berarti mendalam.

“Aku telah kehilangan sesuatu!”

“Kisah cinta yang tak biasa”

2 komentar:

  1. ya karena sepi yang kamu buat sendiri...

    BalasHapus
  2. bukan karena sepi yang aku buat sendiri tapi sepi yang timbul akibat aku tak bisa menghadirkan bahagia.....

    BalasHapus

....aku menorehkan secarik bait pusisi dibalik sela-sela awan yang menangis....