Senin, 26 Oktober 2009

Aku menulis....

Aku menulis surat ini untukmu, seperti tak pernah bisa bersabar dalam mencintaimu. Tapi inilah cinta, bertahun kata tak juga reda, mendera kita kembali serekah matsnawi dalam gairah rumi. Lalu hilanglah jarak ketika kelak warna kembali pada senja, sebelum kita terpaku untuk rindu yang memilih tak berhenti menganga dalam seribu puisi dan doa. Betapa dahaga jarak ini, sayang, ketika kita masih saja begitu jauh saling betukar mimpi dan keluh kesah, saling memangkas kecemasan atas takdir tentang manusia yang dilahirkan hanya menjadi semacam reranting usia yang gemetar menahan getar cuaca sebelum akhirnya binasa—dan, dengan kecemasan yang sama, kau terus membujukku untuk tak mempercayainya.

Baiklah, jangan terus bersedih, sayang, tersenyumlah. Kerinduan tak pernah sejalan dengan kabut ketakutan; ia bersahabat dengan kekuatan harapan. Kekuatan untuk tetap mempercayai cinta dalam kesedihan adalah hadiah yang paling megah melebihi persembahan cinta Jahan pada Mumtaz.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

....aku menorehkan secarik bait pusisi dibalik sela-sela awan yang menangis....